Thursday, August 16, 2018

Melaksanakan Syari'at Islam Dengan Sebenarnya

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.
Alhamdulillah wa shalatu wa salamu 'ala rasulillah wa 'ala alihi wa ashhaahbihi wa man walah, waba'du : Sahabat pencinta sunnah mari kita menyaimak ringkasan hadits arba'in nawawiyah, hadits bagian ke-22 dengan tema : Melaksanakan Syari'at Islam Dengan Sebenarnya.

MELAKSANAKAN SYARI’AT ISLAM DENGAN SEBENARNYA
Melaksanakan Syari'at Islam Dengan Sebenarnya
Artinya :
Dari Abu ‘Abdullah, Jabir bin ‘Abdullah Al Anshari radhiyallahu anhuma, sungguh ada seorang  laki-laki   bertanya   kepada Rasululloh   Shallallahu   ‘alaihi   wa   Sallam   : “Bagaimana pendapatmu jika aku melakukan shalat   fardhu, puasa pada bulan Ramadhan, menghalalkan yang  halal  (melaksanakannya dengan penuh  keyakinan), mengharamkan yang haram (menjauhinya) dan aku tidak menambahkan selain itu sedikit pun, apakah aku akan masuk surga?" Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab : " Ya" .(HR. Muslim)

Penjelasan :
Sahabat yang bertanya kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam ini bernama Nu’man  bin  Qauqal  Abu  ‘Amr  bin  Shalah  mengatakan bahwa  secara  zhahir  yang dimaksud dengan perkataan “aku mengharamkan yang haram” mencakup dua hal, yaitu meyakini bahwa sesuatu itu benar-benar haram dan tidak melanggarnya. Hal ini berbeda dengan perkataan “menghalalkan yang halal”, yang mana cukup meyakini bahwa sesuatu benar-benar halal saja.

Pengarang kitab Al Mufhim mengatakan secara umum bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak mengatakan kepada penanya di dalam Hadits ini sesuatu yang bersifat tathawwu’ (sunnah). Hal ini menunjukkan bahwa secara umum boleh meninggalkan yang sunnah. Akan tetapi, orang yang meninggalkan yang sunnah dan tidak mau melakukannya sedikit pun, maka ia tidak memperoleh keuntungan yang besar dan pahala yang banyak. Akan tetapi, barang siapa terus-menerus meninggalkan hal-hal yang sunnah, berarti telah berkurang bobot agamanya dan berkurang pula nilai kesungguhannya dalam beragama. Barang siapa meninggalkan yang sunnah karena sikap meremehkan atau membencinya, maka hal itu merupakan perbuatan fasik yang patut dicela.

Para ulama kita berpendapat : “Bila penduduk suatu negeri bersepakat meninggalkan hal yang sunnah, maka mereka itu boleh diperangi sampai mereka sadar. Hal ini karena pada masa sahabat dan sesudahnya, mereka sangat tekun melakukan perbuatan- perbuatan sunnah dan perbuatan-perbuatan yang dipandang utama untuk menyempurnakan perbuatan-perbuatan wajib. Mereka tidak membedakan antara yang sunnah  dan  yang  fiqih  dalam  memperbanyak pahala.  Para  imam  ahli  fiqih  perlu menjelaskan perbedaan antara sunnah dan wajib hanya untuk menjelaskan konsekuensi hukum antara yang sunnah dan yang wajib jika hal itu ditinggalkan. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menjelaskan perbedaan sunnah dan wajib adalah untuk memudahkan dan melapangkan, karena kaum muslim masih baru dengan Islamnya sehingga dikhawatirkan membuat mereka lari dari Islam. Ketika telah diketahui  kemantapannya di  dalam  Islam  dan  kerelaan  hatinya  berpegang kepada agama ini, barulah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menggalakkan perbuatan- perbuatan sunnah. Demikian juga dengan urusan yang lain. Atau dimaksudkan agar orang tidak beranggapan bahwa amalan tambahan dan amalan utama keduanya merupakan hal yang wajib, sehingga jika meninggalkan konsekuensinya sama. Sebagaimana yang diriwayatkan pada Hadits lain bahwa ada seorang sahabat bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang shalat, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa  Sallam memberitahukan bahwa shalat itu  lima waktu. Lalu orang itu bertanya : “Apakah ada kewajiban bagiku selain itu?” Beliau menjawab : “Tidak, kecuali engkau melakukan (shalat yang lain) dengan kemauan sendiri”.

Orang itu kemudian bertanya tentanng puasa, haji dan beberapa hukum lain, lalu beliau jawab semuanya. Kemudian, di akhir pembicaraan orang itu berkata : “Demi Allah, aku tidak akan menambah atau mengurangi sedikitpun dari semua itu”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lalu bersabda : “Dia akan beruntung jika benar”. “Jika  ia  berpegang  dengan  apa  yang  telah  diperintahkan kepadanya,  niscaya  ia masuk surga”. Artinya, bila ia memelihara hal-hal yang diwajibkan, melaksanakan dan mengerjakan tepat pada waktunya, tanpa mengubahnya, maka dia mendapatkan keselamatan dan keberuntungan yang besar. Alangkah baiknya bila kita dapat berbuat seperti itu. Barang siapa dapat mengerjakan yang wajib lalu diiringi dengan yang sunnah, niscaya dia akan mendapatkan keberuntungan yang lebih besar.  Perbuatan sunnah yang disyari’atkan untuk menyempurnakan yang wajib. Sahabat yang bertanya tersebut dan sahabat lain sebelumnya, dibiarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam keadaan seperti itu untuk memberikan kemudahan kepada kedua orang  itu  sampai  hatinya  mantap  dan  terbuka  memahaminya  dengan  baik  serta memiliki semangat kuat untuk melaksanakan hal-hal yang sunnah, sehingga dirinya menjadi ringan melaksanakannya. Wallahu 'Alam.

Semoga dapat disebarluaskan dan dimanfaatkan oleh antum wa antunna untuk berdakwah dijalan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Sumber : “ Kitab Hadits Arba’in Nawawiyah Karya Muhyiddin Yahya Bin Syaraf Nawawi”.

Silahkan baca postingan sebelumnya :
-Berlaku Istiqamah

0 comments:

Post a Comment